Rabu, 24 Desember 2014

Tugas kwu


BAB 1
PENGERTIAN MOTIVASI

1.1 Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli         
        Menurut arti katanya, motivasi atau motivation berarti pemberian motif. Penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau motivasi dapat pula diartikan sebagi faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Selain itu motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi instansi. Sikap mental pegawai yang positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat kerja untuk mencapai kinerja maksimal.
        Motivasi berasal dan kata “movere” yang berarti mendorong atau menggerakkan. Siagian yang dikutip dalam buku Manullang (2000 : 193) mengemukakan motivasi merupakan keseluruhan proses pemberian motif bekerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efesien dan ekonomis.
        Dalam membicarakan motivasi, sering kali dikaitkan dengan “motif” atau “motive”. Gie (1998;56) bahwa  motif adalah suatu dorongan seseorang melakukan sesuatu atau bekerja.
       
Menurut Malayu S.P Hasibuan (1996 : 223) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
1

 
Definisi Motivasi menurut Fillmore H. Stanford (yang dikutip oleh A.A Anwar Prabu Mangkunegara, 2000 : 93)adalah Motivation as an energizing condition of the organism that serves to direct that organism toward the goal of a certain class. Dari definisi diatas menjelaskan bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia kearah suatu tujuan tertentu.

William J. Stanton dalam Mangkunegara (2005:93) mengemukakan:“A motive is a stimulated need which a goaloriented individual seeks to satisfy.” (suatu motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas)
Menurut Edwin B. Flippo dalam Hasibuan (2006:143)mengatakan bahwa:“ Direction or motivation is essence, it is a skill in aligning e,ployee and organization interest so that behavior result in achivement of employee want simultaneously with attainment or organizational objectives “.(suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.)
Hamzah B. Uno (2007) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan tingkah laku seseorang. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.
Christine Harvey (1996) mengatakan bahwa motivasi adalah komoditi yang sangat dibutuhkan oleh semua orang.
Thomas L. Good dan Jere E. Brophy (1990) mengatakan bahwa motivasi sebagai konstruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan oleh tujuan.
Don Hellriegel dan Jhon W. Slocum (1979) mengatakan bahwa motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada satu tujuan. Dengan kata lain, perilaku seseorang dirancang untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan proses interaksi dari beberapa unsur. Dengan demikian, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.
Menurut Hasibuan (2007:219) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja sseorang, agar mereka mau berkerjasama, bekerja efaktif dan terintregasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Alex S. Nitisemito (2005:98), mengatakanbahwa:“Sebagai suatu usaha atau kegiatan suatu manajer untuk dapat menimbulkan kegiatan, semangat dan gairah kerja dari para pekerja atau karyawan-karyawan”.
Menurut Robbins dalam J. Winardi (2002:99)mengatakan bahwa: “Kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuankeorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhikebutuhan individual tertentu”.
Menurut Bernard Berelson dan Gari A. Stainer (yang dikutip oleh Drs. Suwatno, 2001 : 147), motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.     
        Menurut Wahjosumadjo (2000;194) bahwa motivasi merupakan proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan pada diri seseorang.
Menurut Sardiman (2006:73) pengertian Motivasi merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau  perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.

        Menurut Hamalik (1992:173) pengertian Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Menurut Mulyasa (2003:112) pengertian Motivasi merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan bersungguh-sungguh karena memiliki motivasi yang tinggi.
Sedangkan menurut Hasibuan (2005:95) mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
Di lingkungan suatu organisasi/perusahaan terlihat kecenderungan pengguna motivasi instrinsik lebih dominan dari pada motivasi ekstrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam pekerja, sementara kondisi kerja disekitarnya lebih banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya.
     Dalam kondisi tersebut  diatas, maka diperlukan usaha mengintegrasi teori-teori motivasi, untuk dipergunakan secara operasional di lingkungan organisasi. Sebagaimana kita ketahui motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya suatu tujuan tertentu, Atau dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi  dan entusiamenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, sehingga motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu:
a.    Motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang, yang dikenal dengan Motivasi Ekstrinsik.
b.    Motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang, yang dikenal dengan Motivasi Instrinsik          


     Motivasi penting karena motivasi menyebabkan orang mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Organisasi tidak hanya mengharapkan kemampuan, dan keterampilan, tetapi yang terpenting adalah kemauan bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya, jika tidak ada kemauan untuk bekerja. Tujuan dari motovasi adalah jika berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dan seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks sebuah kantor atau orgnisasi maupun dalam kehidupan lainnya.
          Motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda di satu pihak, kalau dilihat dari segi yang aktif atau dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam usaha menggerakkan, mengarahkan daya potensi tenaga kerja agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dilihat dari segi pasif atau statis maka motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang utuk dapat menggerakkan potensi dan daya kerja manusia tersebut.
          Dalam arti yang demikian motivasi dapat ditempatkan sabagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajeman, sehingga segala sesuatunya dapat ditunjukkan kepada pengarahan potensi dan daya kerja manusia dengan menimbulakan tingkat semangat dan kegairahan yang tinggi serta meningkatkan kebersamaan dalam menjalankan tugas individu maupun kelompok dalam suatu organisasi. Dalam hubungan ini pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya maka motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan untuk bekerja menurut ukurannya.
          Memang tidak dapat disangka bahwa motivasi utama seseorang menjadi anggota organisasi atau pegawai adalah untuk dapat terpenuhinya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan kesemuanya itu tentunya dapat terpenuhi dengan pendapatan yang berbentuk uang.
           
        Pemberian motivasi kepada pegawai akan dapat mengantisipasi kesenjangan sosial yang timbul dalam suatu organisasi kerja. Untuk itu modifikasi perilaku yang menekankan pada pendekatan yang bersifat mempengaruhi perilaku manusia harus dilakukan yang didasarkan atas pertimbangan bahwa akibat dari perilaku seseorang dalam suatu situasi tertentu akan mempengaruhi perilaku orang tersebutpada masa yang akan dating dalam situasi yang serupa.

1.2  Pengukuran Motivasi Kerja
            Pengukuran motivasi kerja dapat diketahui dengan melakukan survey dalam bidang masalah tertentu para pegawai. Misalnya pengguanaan kuesioner untuk mengetahui tentang kepuasan pegawai terhadap kompensasi yang mereka terima selama bekerja.
            Robbins menyebutkan bahwa pengukuran motivasi dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek (Gustiyah, 2009;54) yaitu;
a.       Mempunyai sifat agresif
b.      Kreatif dalam pelaksanaan pekerjaan
c.       Mutu pekerjaan meningkat dari hari ke hari
d.      Mematuhi jam kerja
e.       Tugas yang diberikan dapat dislesaikan sesuai kemampuan
f.       Inisatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja
g.      Kesetiaan dan kejujuran
h.      Terjalin hubungan kerja antara karyawan dan pimpinan
i.        Tercapai tujuan perseorangan maupun organisa
j.        Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat
            Dari uraian diatas pengukuran motivasi dapat diketahui dengan melakukan survey dengan mengacu beberapa aspek tentang kepuasan kerja, kompensasi. pola kerja kebijakan kantor.
1.3 Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:146) adalah:
1.      Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2.      Meningkatkan produktifitas kerja karyawan
3.      Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4.      Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5.      Mengefektifan pengadaan karyawan
6.      Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7.      Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan
8.      Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9.      Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10.  Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

1.4  Azas-Azas Motivasi
Azas-azas motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146) mencakup azas mengikutsertakan, komunikasi, pengakuan, wewenang yang didelegasikan, dan perhatian timbal balik. Berikut ini penjelasan satu persatu adalah:
a.       Azas Mengikutsertakan
Mengajak bawahannya untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan-keputusan.
b.      Azas Komunikasi
Menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi. Dengan asas komunikasi ini maka motivasi bekerja bawahan akan meningkat. Karena semakin banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut.
c.       Azas Pengakuan   
Memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada  bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
d.      Azas Wewenang dan Didelegasikan
Mendelegasikan sebagian wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan-keputusan dan kretifitas terhadap bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer.
e.       Azas Perhatian dan Timbal Balik
Memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan kita terhadap mereka dan memahami serta berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan.

1.5  Model-model Motivasi
Malayu S.P Hasibuan (2005:148), menyatakan bahwa model-model motivasi terdiri dari tiga, yaitu :
1.      Model Tradisional
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah bekerja meningkat adalah dilakukan dengan sistem insentif, yaitu memberikan insentif (uang atau barang) kepada karyawan yang berprestasi.

2.      Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi bawahan supaya gairah bekerja meningkat ialah dilakukan   dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
3.      Model Sumber Daya Manusia
Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan berarti. Menurut model ini karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik.

1.6  Metode Motivasi
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2005:149) ada dua metode motivasi :
a.       Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materil dan non materil) yang diberikan scara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya.Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,        penghargaan, THR, bonus, bintang jasa dan lainnya.
b.      Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan              pekerjaannya.

1.7 Jenis –jenis Motivasi
          Pada dasarnya ada dua jenis motivasi (Brantas,2009; 123), yaitu:
a.       Motivasi positif adalah suatu dorongan yang bersifat positif, Artinya jika para karyawan dapat menghasilkan prestasi di atas rata-rata. Maka karyawan tersebut diberikan insentif berupa hadia.
b.      Motivasi negatif, mendorong bawahan dengan ancaman hukum. Artinya jika prestasinya kurang dan prestasi standar akan dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasinya diatas standar akan diberikan hadiah.


Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.Motivasi Intrinsik
            Motivasi intrinsik adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dalam diri individu tersebut, yang lebih dikenal dengan faktor motivasional. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans (1992 : 160 ), yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah:
1.      Achievement (Keberhasilan)
Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya Agar sesorang pegawai dapat berhasil dalam melakasanakan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil yang baik. Bila bawahan terlah berhasil mengerjakan pekerjaannya, pemimpin harus menyatakan keberhasilan itu.
2.      Recognition (pengakuan/penghargaan)
Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pimpinan harus memberi pernyataan pengakuan trhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a)      Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain
b)      Surat penghargaan
c)      Memberi hadiah berupa uang tunai
d)     Memberikan medali, surat penghargaan dan hadiah uang tunai
e)      Memberikan kenaikan gaji promosi

3.      Work it self (Pekerjaan itu sendiri)
Pimpinan membuat uasaha-usaha ril dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan usaha berusaha menghindar dari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.

4.      Responsibility (Tanggung jawab)
Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pimpinan harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.

5.      Advencement (Pengembangan)
Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor pengembangan ini benar-benar berfungsi sebagai motivator, maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin member rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya, dikirim mengikuti pendidikan dan pelatihan lanjutan.


      Sedangkan menurut Usman (2000) Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.
Menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994:105) ada beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa
2)      Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok
3)      Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah
4)      Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya
5)      Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
2. Motivasi Ekstrinsik
              Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang yang dikenal dengan teori hygiene factor. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Luthans (1992 : 160 ), yang tergolong sebagai hygiene factor antara lain ialahberikut:
1.  Policy and administration  (Kebijakan dan administrasi)
Yang menjadi sorotan disini adalah kebijaksaan personalia. kantor  personalia umumnya dibuat dalam bentuk tertulis. Biasanya yang dibuat dalam bentuk tertulis adalah baik, karena itu yang utama adalah bagaimana pelaksanaan dalam praktek. Pelaksanaan kebijakasanaan dilakukan masing masing manajer yang bersangkutan. Dalam hal ini supaya mereka berbuat seadil-adilnya.
2.       Quality supervisor (Supervisi)
Dengan technical supervisor yang menimbulkan kekecewaan dimaksud adanya kurang mampu dipihak atasan, bagaimana caranya mensupervisi dari segi teknis pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya atau atasan mempunyai kecakapan teknis yang lbih rendah dari yang diperlukan dari kedudukannya. Untuk mengatasi hal ini para pimpinan harus berusaha memperbaiki dirinya dengan jalan mengikuti pelatihan dan pendidikan.
3. Interpersonal relation (Hubungan antar prbadi)
Inteprsonal relation menunjukkan hubungan perseorangan antara bawahan dengan atasannya, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan atsannya. Agar tidak menimbulkan kekecewaaan pegawai, maka minimal ada tiga kecakapan harus dimiliki setiap atasan yakni:
a.       Technical skill (kecakapan terknis). Kecakapan ini sangat bagi pimpinan tingkat terbawah dan tingkat menengah, ini meliputi kecakapan menggunakan metode dan proses pada umumnya berhubungan dengan kemampuan menggunakan alat.
b.      Human skill (kecakapan konsektual) adalah kemampuan untuk bekerja didalam atau dengan kelompok, sehinnga dapat membangun kerjasama dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan.
c.       Conseptual skill (kecakapan konseptual) adalah kemampuan memahami kerumitan organisasi sehingga dalam berbagai tindakan yang diambil tekanan selalu dalam uasaha merealisasikan tujuan organisasi keseluruhan.
  1. working condition (Kondisi kerja)
Masing-masing manejer dapat berperan dalam berbagai hal agar keadaan masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai. Misalnya ruangan khusus bagi unitnya, penerangan, perabotan suhu udara dan kondsi fisik lainnya. Menurut Hezberg seandainya kondisi lingkungan yang baik dapat tercipta, prestasi yang tinggi dapat tercipta, prestasi tinggi dapat dihasilkan melalui kosentrasi pada kebutuhan-kebutuhan ego dan perwujudan diri yang lebih tinggi.
5.  wages (Gaji)
Pada umumnya masing-masing manajer tidak dapat menentukan sendiri skala gaji yang berlaku didalam unitnya. Namun demikian masing-masing manajer mempunyai kewajiban menilai apakah jabatan-jabatan dibawah pengawasannya mendapat kompensasi sesuai pekerjaan yang mereka lakukan. Para manajer harus berusaha untuk mengetahui bagaimana jabatan didalam kantor diklasifikasikan dan elemen-elemen apa saja yang menentukan pengklasidikasian itu.

      Sedangkan Menurut Usman (2000) Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya.

      Sedangkan menurut Djamarah (2002:117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antara lain:
1)      Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2)      Pace Making (membuat tujuan sementara atau dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa tujuan instruksional  yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai tujuan instruksional tersebut.
3)      Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu perbuatan.
4)      Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5)      Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
6)      Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
1.8 Model Drama Pembelajaran
Drama pebelajaran adalah salah satu dari startegi pembelajaran active learning, yang aktifitas pembelajaran diarahkan untuk mempraktekkan materi yang diajarkan. Kegiatan ini diharapkan sejumlah konsep atau prosedur bila masih belum difahami penjelasanya secara verbal dan visual dapat ditempuh dengan mendramsasikan konsep tersebut dalam pembelajaran siswa. Harapan besar dari kegiatan drama pembelajaran ini adalah untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap secar aktif. Adapun prosedur pelaksanaan drama pembeajara adalah ;
·         Memilih siswa untuk berperan menjadi alat-alat pencernaan makanan, diantaranya ada yang menjadi makanan, ada yang menjadi gigi,lidah, air ludah, teggorokan, lambung, enzim-enzim, asam klorida, usus halus, usus 12 jari, usus kosong, usus penyerapan, usus besar, anus.
·         Beriakan catatan ringkas kepada semua siswa tentang tugas dari masing-masing alat pencernaan tersebut (upayakan dihafal teksnya oleh siswa )
·         Buat skenario drama perjalanan makanan dari ronnga mulut sampai anus.               siswa berbaris berurutan sesuai perjalanan makanan.sangat dianjurkan untuk memberi tanda siswa dengan tulisan berperan sebagai apa siswa tersebut agar dikenali oleh siswa yang lain
·         Lakukan prosedur tahab demi tahab siswa yang tidak berperan adalah sebagi penonton dan juri bila ada kesalahan yang dilakukan oleh siswa yang berperan sebagai aktor  / aktris.
·         Diskusikan drama pembelajaran tersebut yang telah anda buat untuk merefleksi kegiata yang telah dilakukan.
·         Rekam bila ada sarana yang mendukung, agar evaluasi dapat dilakukan dengan baik.
Pengaruh Model Drama Pembelajaran Terhadap Peningkatan Motivasi
Kalangan pendidik  telah banyak menyadari bahwa siswa memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar sangat baik hanya dengan melihat orag lain melakukannya. Biasanya, mereka menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menulis apa yang dikatan guru.Peserta didik visual lain dengan auditori, yang bisanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dilakukan guru, dan membuat catatan. Mereka mengadalkan pendengaran dan mengingat. Siswa kinstetik belajar terutama terlibat langsng dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsif, semau gue dan kurang sabaran. Cenderung bosan bila tidak leluasa bergerak.
Drama pembelajaran adalah salah satu solusi untuk mencoba menfasilitasi beragamnya gaya belajar siswa, terakomodasi dalam satu paket pembelajaran. Kegiatan bergerak bebas dilapangan sangat memotivasi gaya kinesteik siswa, peragaan siswa dengan menyebutkan fungsi dan tugas alat pencernaan sangat membantu siswa audiotori dan ekspresi gerakan siswa sangat memotivasi bagi siswa yang bergaya belajar visual.
Jerome Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction menayatakan tentang kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerja sama dengan mereka guna mencapai tujuan. Yang mana hal ini dikatakan sebagai resiprositas ( hubungan timbal balik ). Bruner mengatakan pula bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk  menstimulasi kegiatan belajar. Dimana dibutuhkan tindakan bersama, dan dimana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu  kedalam pembelajara, membimbingnya untuk mendapat kemampuan yang diperlukan dalam pembentuka kelompok.
Kegiatan drama pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan tim, dimana keberhasilan menyelesaikan tugas tergantung pada kemampuan tim tersebut. Sehingga model pembelajaran sangat baik untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran.

Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi siswa agar mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar
2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3. 

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. 

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”. 

5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka. 

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung. 

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini bisa dilakukan seperti pada nomor 6.
9. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa. 

11.  Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.

1.9 Variabel-Variabel Motivasi
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari:
(1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive);
 (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation);
 (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive).
 Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).
Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.


Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.


Harapan
Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali (2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The individual is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).
Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive), Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people.
Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
1.9.1    Prinsip-prinsip Motivasi Kerja Pegawai
            Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai, sebagai berikut :
1. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip Mengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai tersebut menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar